Keunikan Bahasa Malang
Salah
satu dari keunikan kota malang adalah bahasa keseharian
masyarakatnya. Struktur bahasa Jawa masyarakat Malang berbeda dengan
bahasa Jawa pada umumnya – ada perbedaan dialek serta tata bahasa
antara bahasa Malang dengan bahasa Jawa. Dialek dalam bahasa Jawa
Malangan sebagian besar memiliki struktur yang diakhiri dengan kata
‘a’ atau ‘an’.
Disamping
dialeknya yang unik, bahasa Jawa Malangan juga memiliki beberapa kosa
kata yang bukan asli dari bahasa Jawa. Kata-kata tersebut terkesan
seperti kata-kata serapan yang diadopsi dari bahasa asing. Misalnya
Asrob (minum), kata ini diambil dari bahasa Arab ‘syaraba’ yang
memiliki bentuk lain‘isyraabun’,
dan dengan kreatifitas masyarakat Malang kemudian diubah menjadi
bahasa keseharian‘asrab’.
Selain
itu, masyarakat Malang mengenal bahasa kiwalan
malangan,
yaitu bahasa yang kosakatanya diambil dari bahasa Jawa, kemudian
struktur katanya diubah menjadi terbalik. Seperti oskab (bakso), ayas (saya),kera (arek/
anak), ngalam (malang)
dan sebagainya. Menurut beberapa kalangan sejarahwan, bahasa kiwalan
malangan memiliki nilai historis perjuangan masyarakat malang ketika
melawan penjajah Belanda. Bahasa kiwalan malangan dipelopori oleh
salah seorang pejuang yang bernama Suyudi Raharno, seorang pejuang
Gerilya Rakyat Kota (GRK).
GRK
adalah gerakan perjuangan rakyat malang yang bersifat rahasia dan
tersembunyi. Ketika penjajah Belanda menyadari adanya gerakan ini dan
menyulitkan penjajah dengan serangkaian perlawanannya. Belanda pun
mencari beberapa pribumi Jawa untuk direkrut menjadi mata-mata
belanda. Adanya mata-mata yang menyusup menyebabkan banyak informasi
penting yang dimiliki GRK bocor ke tangan penjajah Belanda. Hal ini
membuat beberapa serangan para pejuang GRK dapat dilumpuhkan dengan
mudah oleh Belanda ketika itu.
Setelah
GRK menyadari adanya penyusup Belanda yang membocorkan informasi,
maka GRK berunding gunan membuat suatu strategi untuk menangkal
aktifitias mata-mata tersebut – muncullah ide untuk membuat bahasa
sandi. Suyudi Raharno mengusulkan bahasa walik’an (sekarang
dikenal sebagai bahasakiwalan
malangan)
sebagai bahasa sandi. Dimana bahasa walik’an ini adalah bahasa Jawa
yang dibalik struktur katanya dan diperbaharui tiap hari untuk
mencegah kebocoran informasi ke pihak belanda.
Bahasa
sandi ini penggunaannya bersifat fleksibel, artinya cara membalik
katanya bergantung pada pengucapan yang enak dan mudah, misal
‘polisi’ tidak diubah menjadi ‘isilop’, melainkan
dibalik menjadi‘silop’.
Atau kata yang tenar pada masa perjuangan ketika itu adalah ‘nolo’
yang merupakan kebalikan dari kata Jawa ‘londho’ (Belanda). Kata
londho kalau dibalik menjadi ‘ohdnol’,
namun kata itu kurang enak didengar dan sulit untuk diucapkan. Maka
para pejuang menyebut londho dengan kata nolo untuk
memudahkan pengucapan.
Strategi
bahasa sandi dengan bahasa kiwalan ini berjalan sangat efektif,
karena setelah penggunaan bahasa kiwalan para pejuang dapat menemukan
para teliksandi Belanda. Beberapa dari mereka menyamar sebagai
penjual di pinggir jalan dan di pasar, atau sebagai pekerja di
warung-warung.
Loyalitas
serta rasa persaudaraan antar sesama pejuang menjadikan mereka
berjuang dengan hati, sehingga setiap informasi dan kata sandi bisa
menyebar laksana penggunaan telepati. Anggota GRK akan dicurigai
sebagai mata-mata jika tidak mengetahui bahasa sandi yang
diperbaharui tiap hari. Maka akan dengan mudah diketahui siapa selama
ini yang menjadi teliksandi para penjajah.
Bahasa
sandi kiwalan tidak berhenti dengan terusirnya penjajah dari bumi
Arema. Bahasa kiwalan malangan sampai saat ini dipergunakan dalam
keseharian. Mulai dari tukang becak, tukang ojek, sampai dengan
supporter bola Aremania pun bangga menggunakan bahasa ini.
Bahasa
ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi para kera ngalam (sebutan
untuk fans Arema). Bahasa yang muncul dari semangat persaudaraan dan
loyalitas terhadap tanah pertiwi, bahasa yang muncul sebagai bentuk
identitas masyarakat yang tidak pernah takut melawan siapapun demi
hak yang terampas.
Tidak
hanya sekedar ingin menghargai para pejuangnya. Namun lebih dari itu,
ingin selalu mengenang dan bernostalgia perjuangan para pendahulunya
melalui kata dan bahasa. Dan berharap, semangat perjuangan itu tetap
menyala di bumi Arema.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar