Rabu, 15 Oktober 2014

Ciri khas Malang

Keunikan Bahasa Malang

  Salah satu dari keunikan kota malang adalah bahasa keseharian masyarakatnya. Struktur bahasa Jawa masyarakat Malang berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya – ada perbedaan dialek serta tata bahasa antara bahasa Malang dengan bahasa Jawa. Dialek dalam bahasa Jawa Malangan sebagian besar memiliki struktur yang diakhiri dengan kata ‘a’ atau ‘an’.
Disamping dialeknya yang unik, bahasa Jawa Malangan juga memiliki beberapa kosa kata yang bukan asli dari bahasa Jawa. Kata-kata tersebut terkesan seperti kata-kata serapan yang diadopsi dari bahasa asing. Misalnya Asrob (minum), kata ini diambil dari bahasa Arab syaraba’ yang memiliki bentuk lainisyraabun’, dan dengan kreatifitas masyarakat Malang kemudian diubah menjadi bahasa keseharianasrab’.
Selain itu, masyarakat Malang mengenal bahasa kiwalan malangan, yaitu bahasa yang kosakatanya diambil dari bahasa Jawa, kemudian struktur katanya diubah menjadi terbalik. Seperti oskab (bakso), ayas (saya),kera (arek/ anak), ngalam (malang) dan sebagainya. Menurut beberapa kalangan sejarahwan, bahasa kiwalan malangan memiliki nilai historis perjuangan masyarakat malang ketika melawan penjajah Belanda. Bahasa kiwalan malangan dipelopori oleh salah seorang pejuang yang bernama Suyudi Raharno, seorang pejuang Gerilya Rakyat Kota (GRK).
GRK adalah gerakan perjuangan rakyat malang yang bersifat rahasia dan tersembunyi. Ketika penjajah Belanda menyadari adanya gerakan ini dan menyulitkan penjajah dengan serangkaian perlawanannya. Belanda pun mencari beberapa pribumi Jawa untuk direkrut menjadi mata-mata belanda. Adanya mata-mata yang menyusup menyebabkan banyak informasi penting yang dimiliki GRK bocor ke tangan penjajah Belanda. Hal ini membuat beberapa serangan para pejuang GRK dapat dilumpuhkan dengan mudah oleh Belanda ketika itu.
Setelah GRK menyadari adanya penyusup Belanda yang membocorkan informasi, maka GRK berunding gunan membuat suatu strategi untuk menangkal aktifitias mata-mata tersebut – muncullah ide untuk membuat bahasa sandi. Suyudi Raharno mengusulkan bahasa walik’an (sekarang dikenal sebagai bahasakiwalan malangan) sebagai bahasa sandi. Dimana bahasa walik’an ini adalah bahasa Jawa yang dibalik struktur katanya dan diperbaharui tiap hari untuk mencegah kebocoran informasi ke pihak belanda.
Bahasa sandi ini penggunaannya bersifat fleksibel, artinya cara membalik katanya bergantung pada pengucapan yang enak dan mudah, misal ‘polisi’ tidak diubah menjadi isilop’, melainkan dibalik menjadisilop’. Atau kata yang tenar pada masa perjuangan ketika itu adalah ‘nolo’ yang merupakan kebalikan dari kata Jawa ‘londho’ (Belanda). Kata londho kalau dibalik menjadi ohdnol’, namun kata itu kurang enak didengar dan sulit untuk diucapkan. Maka para pejuang menyebut londho dengan kata nolo untuk memudahkan pengucapan.
Strategi bahasa sandi dengan bahasa kiwalan ini berjalan sangat efektif, karena setelah penggunaan bahasa kiwalan para pejuang dapat menemukan para teliksandi Belanda. Beberapa dari mereka menyamar sebagai penjual di pinggir jalan dan di pasar, atau sebagai pekerja di warung-warung.
Loyalitas serta rasa persaudaraan antar sesama pejuang menjadikan mereka berjuang dengan hati, sehingga setiap informasi dan kata sandi bisa menyebar laksana penggunaan telepati. Anggota GRK akan dicurigai sebagai mata-mata jika tidak mengetahui bahasa sandi yang diperbaharui tiap hari. Maka akan dengan mudah diketahui siapa selama ini yang menjadi teliksandi para penjajah.
Bahasa sandi kiwalan tidak berhenti dengan terusirnya penjajah dari bumi Arema. Bahasa kiwalan malangan sampai saat ini dipergunakan dalam keseharian. Mulai dari tukang becak, tukang ojek, sampai dengan supporter bola Aremania pun bangga menggunakan bahasa ini.
Bahasa ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi para kera ngalam (sebutan untuk fans Arema). Bahasa yang muncul dari semangat persaudaraan dan loyalitas terhadap tanah pertiwi, bahasa yang muncul sebagai bentuk identitas masyarakat yang tidak pernah takut melawan siapapun demi hak yang terampas.
Tidak hanya sekedar ingin menghargai para pejuangnya. Namun lebih dari itu, ingin selalu mengenang dan bernostalgia perjuangan para pendahulunya melalui kata dan bahasa. Dan berharap, semangat perjuangan itu tetap menyala di bumi Arema.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar